/ Jun 19, 2025

Warga Tolak Tambang Halmahera, 11 Orang Jadi Tersangka

Aksi warga menolak tambang nikel di Halmahera Timur


Halmahera Timur – Aksi mempertahankan tanah dan hutan adat berujung petaka bagi 11 warga Desa Maba Sangaji, Halmahera Timur. Bukannya didengar aspirasinya, mereka justru ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Maluku Utara usai menolak aktivitas tambang nikel PT Position.

Penangkapan terjadi Jumat, 16 Mei 2025, saat puluhan warga melakukan aksi damai di kawasan hutan yang disebut telah diserobot perusahaan tambang. Warga menuntut keadilan atas hilangnya hutan adat yang selama ini menjadi sumber kehidupan mereka. Namun aparat kepolisian justru membalasnya dengan represif: 27 orang ditangkap, dan kini 11 dari mereka resmi menjadi tersangka.

“Ini bukan keadilan, ini pembungkaman,” ujar Anto Yunus, kuasa hukum warga, kepada media. Ia mengaku telah mengantongi bukti kekerasan fisik yang dialami warga saat proses pemeriksaan di kantor polisi.

Tuduhan Berat untuk Aksi Menyuarakan Hak
Menurut Polda Malut, warga membawa senjata tajam dan melakukan tindakan anarkistis. Mereka dijerat tiga pasal sekaligus, salah satunya Undang-Undang Darurat 1951 tentang kepemilikan senjata tajam, dengan ancaman hukuman hingga 10 tahun penjara.

Barang bukti yang disita termasuk parang, ketapel, dan alat panah tradisional. Namun Anto membantah tuduhan tersebut.

“Parang itu alat bertani, bukan alat kriminal. Tidak ada satu pun alat berat rusak, tak ada korban dari perusahaan. Jadi siapa yang sebenarnya dirugikan?” tegasnya.

Perusahaan Tambang, Investasi, dan Hutan yang Hilang
Aksi warga bukan tanpa alasan. PT Position dituding telah menyerobot dan menghancurkan kawasan hutan adat seluas 700 hektare di wilayah Maba Sangaji. Warga mengklaim tak pernah memberi persetujuan atas aktivitas perusahaan, bahkan sudah melakukan protes sejak tahun lalu.

Namun siapa sebenarnya PT Position? Menurut Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Malut, perusahaan ini dimiliki 51% oleh PT Tanito Harum Nickel—entitas tambang yang terafiliasi dengan konglomerat Kiki Barki melalui PT Harum Energy Tbk (HRUM). Sisanya, 49% dikuasai oleh investor asing asal Singapura.

Hukum Tajam ke Bawah?
Penetapan tersangka terhadap warga memunculkan tanda tanya besar. Mengapa suara masyarakat adat yang membela lingkungan justru dibalas dengan kriminalisasi? Di tengah maraknya eksploitasi tambang dan investasi asing, nasib warga lokal justru semakin terpinggirkan.

Anto menegaskan akan menempuh jalur praperadilan jika 11 warga tak segera dibebaskan. Ia juga mendesak agar kepolisian mengedepankan pendekatan restorative justice, bukan kriminalisasi brutal terhadap petani dan penjaga hutan.

Berita sebelumnya soal tambang di Maluku Utara

Profil PT Harum Energy atau Kiki BarkiWarga Tolak Tambang Halmahera, 11 Orang Jadi Tersangka

Halmahera Timur –
Aksi warga yang tolak tambang Halmahera Timur berujung kriminalisasi. Sebanyak 11 orang dari Desa Maba Sangaji ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Maluku Utara setelah melakukan aksi damai menolak tambang nikel PT Position.

Penangkapan terjadi pada Jumat, 16 Mei 2025. Puluhan warga berunjuk rasa di kawasan hutan yang mereka sebut sebagai hutan adat Maba Sangaji. Mereka menuntut keadilan atas perusakan dan penyerobotan lahan oleh perusahaan. Meskipun aksi dilakukan secara damai, 27 orang ditangkap. Akibatnya, 11 dari mereka kini dijadikan tersangka.


Penolakan Tambang Nikel Berujung Penangkapan

Menurut polisi, warga membawa senjata tajam dan melakukan tindakan anarkis. Kombes Pol. Bambang Surhayono menyebut warga membawa parang, tombak, ketapel, dan pelontar panah. “Ini bentuk premanisme yang mengganggu investasi,” kata Bambang.

Namun, kuasa hukum warga, Anto Yunus, membantah keras tuduhan tersebut. “Parang itu alat bertani. Tidak ada alat berat rusak, tidak ada korban dari pihak perusahaan,” tegasnya.

Selain itu, Anto mengaku memiliki bukti visual kekerasan fisik yang dialami warga saat diperiksa di Polda Malut. “Ini bukan penegakan hukum, ini pembungkaman,” ujarnya.


PT Position dan Jejak Perusahaan Tambang Raksasa

PT Position dituding telah menyerobot kawasan hutan adat seluas 700 hektare. Aksi penolakan oleh warga sebenarnya sudah terjadi sejak November 2024, namun tidak pernah digubris.

Menurut Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Maluku Utara, perusahaan ini dimiliki 51% oleh PT Tanito Harum Nickel—entitas tambang yang terafiliasi dengan PT Harum Energy Tbk (HRUM) milik konglomerat Kiki Barki. Sisanya, 49% saham dipegang oleh Nickel International Kapital Pte. Ltd asal Singapura.


Desakan Restorative Justice dari Kuasa Hukum

Penetapan pasal terhadap warga dinilai berlebihan. Mereka dijerat dengan UU Darurat No.12/1951, UU Minerba No.3/2020, dan KUHP tentang pemerasan. Ancaman hukumannya hingga 10 tahun penjara.

Anto mendesak agar proses hukum dihentikan dan Polda Malut menempuh pendekatan restorative justice. “Mereka petani, bukan kriminal. Kalau tidak dibebaskan, kami akan ajukan praperadilan,” pungkasnya.


Penutup

Konflik agraria di Halmahera Timur ini menjadi satu dari sekian banyak kasus di mana warga lokal yang membela lingkungan justru dikriminalisasi. Di tengah gencarnya ekspansi tambang, suara masyarakat adat sering kali dibungkam atas nama investasi.


Sumber:
Kadera.id

Komentar

Berita Terkait