PE-DE-NUS Kritik Penyelenggara Pemilu, Abaikan Tupoksi, Sibuk dengan Internal Sendiri

Rapat Terbatas (Ratas) Jajaran Direksi dan Founder PEDENUS di salah satu cafe daerah Harapan Indah Bekasi, Minggu (3/12). Dok/Pribadi
Rapat Terbatas (Ratas) Jajaran Direksi dan Founder PEDENUS di salah satu cafe daerah Harapan Indah Bekasi, Minggu (3/12). Dok/Pribadi

updatenusantara.com – Pemilu 2024 telah memasuki tahapan kampanye yang dimulai pada 28 November 2023 – 10 Februari 2024, di mana para kontestan sedang aktif mencari dukungan dari pemilih, yang terindikasi akan munculnya banyak pelanggaran dan kebutuhan akan pelayanan yang lebih baik.

Namun, penyelenggara pemilu masih terjebak dalam urusan internal lembaga mereka sendiri. Banyaknya rapat koordinasi yang intensif menguras waktu jajaran penyelenggara untuk bekerja sesuai tupoksinya, membuat terkesan bahwa kegiatan yang dilakukan setiap minggunya hanya sebatas seremonial untuk menyerap anggaran, sedangkan tupoksinya terabaikan.

Bacaan Lainnya

Pengawal Demokrasi Nusantara (PE-DE-NUS) mengkritisi pola kerja yang dilakukan oleh penyelenggara, baik KPU RI maupun Bawaslu RI, yang dianggap ‘setali tiga uang’ (sama saja).

Dalam acara Rapat Terbatas (Ratas) Jajaran Direksi dan Founder PEDENUS di salah satu cafe daerah Harapan Indah Bekasi, kritik tajam disampaikan terhadap penyelenggara pemilu.

Direktur Eksekutif PEDENUS, Sali Imad, menegaskan, “Lembaga penyelenggara pemilu, di tahap krusial, masih sibuk dengan urusan internalnya sendiri, bahkan semakin menjadi-jadi, mengabaikan tupoksinya yang seharusnya menjadi lembaga pelayanan publik, terutama dalam konteks kepemiluan. Bagaimana mungkin mereka dapat melayani peserta pemilu sebagai kontestan dan masyarakat sebagai pemilih, jika urusan internal kelembagaan saja masih rumit. Tahapan kampanye sedang berjalan, tapi pengaturannya masih belum maksimal, dan pengadaan logistik masih dalam proses, terkesan semrawut, ditambah rekrutmen penyelenggara tingkat TPS yang akan dimulai sebentar lagi. Ayolah teman-teman penyelenggara, bangun… tidur kalian terlalu miring,” seloroh Sali yang pernah menjabat Ketua Bawaslu Jakarta Utara periode lalu.

Azhar Dini, Direktur Keuangan, mengatakan, “Porsi penganggaran lembaga penyelenggara pemilu masih belum sejalan antara renja dengan realisasi. Seharusnya apa yang sudah direncanakan dan dijadwalkan dapat konsisten direalisasikan, bukan malah ditumpuk di akhir tahun. Ini terkesan hanya mengejar penyerapan anggaran, sedangkan sekretariat sebagai fasilitator dan eksekutor anggaran harus konsisten. Jangan sampai terkesan sebagai pemborosan anggaran negara, yang notabene bersumber dari pajak rakyat,” ujar Azhar Dini yang pernah menjabat pimpinan Bawaslu Jakarta Selatan.

Sementara itu, Direktur Pendidikan dan Personalia, Novita Ulya, mengungkapkan, “Rapat koordinasi yang sering dilaksanakan di luar kota dengan mengundang peserta dari antar kota bahkan provinsi terasa tidak efektif dan efisien. Mungkin perlu ada skema baru untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas sumber daya manusia penyelenggara, bisa dilaksanakan di daerah masing-masing. Saya yakin sumber daya manusia penyelenggara sudah cukup mumpuni, dengan proses rekrutmen yang begitu ketat pasti akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Hanya perlu disempurnakan, jangan sampai melaksanakan rapat koordinasi jauh-jauh, menghabiskan anggaran besar dan waktu, namun hasilnya tidak maksimal, atau bahkan kualitas penyelenggara semakin melemah,” Ungkap Novita yang pernah menjabat pimpinan Bawaslu Kota Bekasi-Jabar.

Leo, panggilan akrab Direktur Pengawasan, Pengembangan, dan Penelitian, menegaskan, “Kendali internal harus ada di tingkat pimpinan sebagai pengambil kebijakan tertinggi. Pimpinan penyelenggara tingkat pusat seharusnya segera melakukan evaluasi dan mampu menggerakkan tim kendali internal. Saya yakin tim sekretariat memiliki kapasitas untuk itu. Modalnya hanyalah kemauan untuk merubah kebiasaan buruk.” Tegas Leo yang pernah menjabat Ketua Bawaslu Kepulauan Seribu Jakarta.

Adapun Syukur Ya’kub, sebagai Direktur Humas, Parmas, dan Hubal, menjelaskan, “Kalau saya konkret saja, porsi anggaran untuk sosialisasi, partisipatif, dan pendidikan politik terhadap stakeholder, peserta, dan pemilih harus lebih besar. Ini penting untuk keterlibatan masyarakat, peserta, dan stakeholder dalam pemahaman regulasi dan aturan teknis lainnya. Jika penyelenggara cukup melaksanakan rapat koordinasi di kantor masing-masing saja, akan lebih fokus pada pelayanan.” Ujar Syukur, mantan Pimpinan Bawaslu Jakarta Barat.

Di sisi lain, Teren Utomo, sebagai Direktur POLHUKAM, memperingatkan, “Potensi pelanggaran pemilu saat ini sangat besar, bahkan terkesan terabaikan. Konsekuensi dari banyaknya undangan rapat koordinasi antar provinsi dapat membayangkan lambannya penanganan laporan yang masuk, terutama jika harus menunggu pimpinan lain yang sedang mengikuti acara. Sementara kita tahu waktu penanganan dalam pemilu sangat terbatas. Ini dapat menjadi potensi kelemahan penegak hukum pemilu. Belum lagi masalah data yang harus diperbaiki dengan cepat, bisa tertunda berlarut-larut, dan ini dapat menjadi potensi etika di DKPP atau bahkan berpotensi besar menjadi sengketa hasil pemilu di MK. Tegas Teren yang juga merupakan Advokat Mahkamah Konstitusi.

Wowo, sapaan akrab Founder PEDENUS, menambahkan, “Saya sepakat dengan saran dan masukan dari jajaran direksi. Ini sebagai wujud komitmen kita dalam mengawal demokrasi pada pemilu 2024. Kita pernah merasakan menjadi penyelenggara, banyak PR yang harus dibenahi. Beberapa kasus di atas adalah fakta yang seringkali dikeluhkan oleh kawan-kawan penyelenggara saat ini. Memang kurang efektif dengan banyaknya acara internal di tahapan yang semakin padat. Saya yakin teman-teman penyelenggara tingkat pusat juga menyadari hal ini. Mari kita bersama-sama berbenah diri agar citra penyelenggara pemilu tidak semakin merosot di depan publik.” Tutupnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar